Selasa, 11 Januari 2011

ORIENTASI PENGEMBANGAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada masa Kolonial Belanda keadaan pendidikan di Indonesia sangatlah memprihatinkan. Belum adanya Lembaga Pendidikan seperti sekarang ini, yang ada hanya Lembaga Pendidikan dari Kolonial yang diperuntukkan bagi Kaum Bangsawan atau orang-orang yang mempunyai derajat atau pangkat di pemerintahan desa atau daerah. Lebih dari sebagian penduduk Indonesia tidak mengenyam pendidikan yang ada malah dijadikan sebagai alat untuk memenuhi segala fasilitas demi kepentingan Kolonial.
Setelah Indonesia memasuki masa kemerdekaan, lembaga pendidikan baru mulai dirintis, yang bertujuan nasional untuk mrncerdaskan bangsa. Setengah abad lebih pendidikan di Indonesia berjalan, namun belum bias merumuskan materi-materi pelajaran yang dilalui oleh anak didik yang disebut kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia.
Lebih dari sembilan kali kurikulum pendidikan di Indonesia sudah mulai berubah-ubah. Namun sampai detik ini kurikulum tersebut belum mampu untuk menjadi formulasi yang tepat untuk dijadikan pengatur pendidikan di Indonesia. Untuk itu marilah kita kaji bersama-sama mengenai perjalanan orientasi kurikulum yang telah berjalan dan berlaku di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah sejarah mengenai Perjalanan Orientasi Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia?
  2. Bagaimanakah Praktik Orientasi Pengembangan Kurikulum di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN

A.                Sejarah Perjalanan Orientasi Kurikulum di Indonesia
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dua tahun sebelum pendidikan di Indonesia di katakan berjalan walaupun masih apa adanya. Pendidikan tidak akan lepas dari prosesi pembelajaran yang harus dilalui dalam setiap jenjang pendidikan, atau yang biasa disebut dengan kurikulum pendidikan. Begitu pula pada awal berdirinya pendidikan di Indonesia, kurikulumnya pun masih bias dikatakan belum rapi.Dari waktu kewaktu kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk disempurnakan, namun hingga saat ini pendidikan di Indonesia belum mendapatkan formulasi kurikulum yang tepat dan pas.
Alangkah baiknya kita melihat dulu perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia sebelum mempunyai anggapan mengapa kegagalan selalu menghinggapi pendidikan di Indonesia.
Adapun Perjalanan Kurikulum Di Indonesia, antara lain :
1.            Rencana Pembelajaran Tahun 1947
         Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
         Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.            Rencana Pembelajaran Terurai Tahun 1952

         Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
         Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.            Rencana Pendidikan Tahun 1964
         Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang,. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism. Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan, diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan dan jasmani.

4.            Kurikulum 1968
         Kelahiran kurikulum ini bernuansa politik, mengganti produk orde lama menjadi produk orde baru. Tujuan kurikulum ini adalah pada pembentukan manusia pancasila sejati. Kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisaasi materi pelajaran, kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus. Jumlah materi yang diajukan adalah 9 buah.
         Kurikulum ini disebut kurikulum bulat. Kurikulum yang hanya memuat mata pelajaran pokok saja. Muatan pelajarannya-pun bersifat teoritis, tidak mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan factual dilapangan. Titik tekan terberat hanya pada materi apa yang tepat yang harus diberikan kepada siswa disetiap jenjang yang harus dilalui.
5.            Kurikulum 1975
         Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968, menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Yang melatar belakangi berdirinya kurikulum ini adalah pengaruh konsep managemen, yaitu managemen obyektifitas. Metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam prosedur Pengembangan Prosedur Sistem Intruksional(PPSI).
         Pada kurikulum ini dikenal dengan istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi, yaitu : petunjuk umum, Tujuan Intruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi.
         Kurikulum ini banyak menuai kritikan, dikarenakan guru terlalu disibukkan menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.


6.            Kurikulum 1984
         Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya sebagai berikut:
1.            Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang berlum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2.            Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampan anak didik.
3.            Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaanya di sekolah.
4.            Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan di setiap jenjang.
5.            Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu, maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa dan melakukan pendekatan ketrampilan proses.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Seniawan, Kepala Pusat akurikulumm Dekdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilny di sekolah-ssekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Dengan adanya praktik semacam itu, mengakibatkan banyaknya penolakan yang bermunculan.

7.            Kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999
         Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
1.      Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
2.      Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
3.      Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4.      Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
1.      Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
2.      Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
              Kurikulum 1994 ini bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumya. kurikulum ini memiliki jiwa yang ingin mengombinasikan antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, antara pendekatan tujuan dan proses pembelajaran. namun, perpaduan tujuan dan proses pembelajaran tersebut belum menuai hasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dsesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyaarakat juga mendesak agar isu-isu tertenatu masuk dalam kurikulum. Dengan adanya desakan tersebut akhgirnya kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
              Kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998, diikuti dengan kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 membuat perubahan pada kurikulum ini. Tapi  perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

8.            Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
         Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
         Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.

Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
1.      Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
2.      Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3.      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5.      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
[[
Untuk itu, agar KBK mampu konsisten dan valid dalam operasionalnya, terdapat beberapa asumsi-asumsi yang mampu tercapainya hal tersebut:
v           Banyak sekolah yang memiliki sedikit guru professional dan tidak mampu melaksanakan pembelajaran secara optimal.
v           Banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.
v           Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam hal tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain, mungkin biasa saja, bahkan rendah.
v           Pendidikan berfungsi mengkondisikan lingkungan yang membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal.
v           Kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus berisi kompetensi-kompetensi potensial yang tersusun secara sistematis, sebagai jabaran dari seluruh aspek kepribadian peserta didik.

9.      Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
         Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.


Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:
a.             Standar isi
b.            Standar proses
c.             Standar kompetensi lulusan
d.            Standar pendidik dan tenaga kependidikan
e.             Standar sarana dan prasarana
f.             Standar pengelolaan, standar pembiayaan
g.            Standar penilaian pendidikan.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
         Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
a.             Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b.            Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c.             Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
d.            Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

B.     ORIENTASI PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
            Orientasi Pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu :
1.      Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya , hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2.      Pandangan tentang anak. Apakah anan dianggap sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3.      Pandangan tentang proses pembelajaran. Apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah prilaku.
4.      Pandangan tentang lingkungan. Apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5.      Konsepsi tentang peran guru . Apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6.      Evaluasi belajar. Apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes.
Orientasi pengembangan kurikulum diartikan sebagai sebuah arah atau pendekatan yang memiliki penekanan tertentu pada suatu hal dalam mengembangkan kurikulum baik bagi para pengembang kurikulum maupun para pelaksana di sekolah.

Ada 3 orientasi:
1.      Orientasi Pada Bahan Pelajaran
Orientasi pada bahan pelajaran yakni masalah bahan pelajaran sangat di tekankan dan dijadikan pangkal kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendekatan ini mengajarkan materi pelajaran dahulu dan setelah itu menjabarkannya ke dalam pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan yang nantinya akan diajarkan kepada siswa.
Pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan bahan-bahan pelajaran didasarkan pada:
a.         Penting atau tidaknya bahan pelajaran tersebut untuk diajarkan di sekolah tertentu.
b.         Manfaat dari bahan tersebut.
c.         Kerelevansianya dengan kebutuhan anak setelah nantinya terjun ke masyarakat.

Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran yang dipentingkan adalah apa materi atau bahan yang disajikan, bukan pada apa tujuannya, sebab tujuan dapat ditentukan setelah jelas bahan pelajaranya.
Dalam referensi lain pun diterangkan bahwasanya perencanaan dan pengembangan kurikulum berdasar materi atau bahan ajar inilah yang mula-mula dilaksanakan. Inti dari proses belajar mengajar ditentukan oleh pemilihan materi. Pembahasan mengenai pembaharuan kurikulum terutama hanya membahas bagaimana sumber bahan dapat berkembang.

Kelebihannya:
   Adanya kebebasan dan keluwesan dalam memilih dan menentukan bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan sebab tidak ada tujuan-tujuan yang membuatnya terikat.

Kelemahannya:
   Bahan pelajaran yang disusun kurang jelas arah dan tujuannya. Kurang adanya pegangan yang pasti untuk menentukan cara atau metode yang cocok untuk dipakai menyajikan materi tersebut. Kurang jelas segi apa yang harus dinilai pada murid setelah berakhirnya kegiatan dan bagaimana cara menilainya.

2.         Orientasi Pada Tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempati rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Seperti tertera pada Hirarki Tujuan Pendidikan Indonesia terdiri atas :
a.       Tujuan Nasional-Tujuan Pendidikan Nasional.
b.      Tujuan Institusional-Tujuan Kurikuler.
c.       Tujuan Instruksional, yang terbagi lagi menjadi Tujuan Instruksional umum, dan Tujuan Instruksional Khusus.

Masing-masing tujuan yang ada di bawahnya terkait secara langsung dengan tujuan yang ada di atasnya. Penyusunan kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pada GBHN. Atas dasar tujuan-tujuan yang telah ada, selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar, yang kesemuanya itu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Pengembangan kurikulum yang menganut pendekatan berorientasi pada tujuan ini mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas dari tujuan nasional sampai tujuan instruksional. Dalam hal ini kegiatan pertama adalah merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dilaksanakan dan dicapai melalui kegiatan belajar mengajar mengajar. Tujuan-tujuan pendidikan yang dirumuskan biasanya bersifat menyeluruh, mencakup aspek-aspek, mulai aspek pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan maupun sikap. Dalam pengembangan semacam ini yang menjadi persoalan adalah menentukan tujuan-tujuan atau harapan apa yang diinginkan dari tercapainya hasil pembelajaran tersebut. Pengembangan kurikulum yang semacam ini di Indonesia adalah kurikulum 1975. Berdasarkan tujuan yang dirumuskan tersebut maka disusun atau diterapkanlah bahan pelajaran yang meliputi pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan sehingga lebih terarah.
Kelebihannya:
a.       Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas dan tegas, sehingga bahan, metode, jenis-jenis kegiatan juga jelas dalam menetapkannya. Karena telah ada tujuan-tujuan yang jelas maka memudahkan penilaian- penilaian untuk mengukur hasil kegiatan.
b.      Hasil penilaian yang terarah akan mampu membantu para pengembang kurikulum mengadakan perbaikan-perbaikan / perubahan-perubahan penyesuaian yang diperlukan.

Kekurangannya:
  1. Sulit
  2. Merumuskan, apalagi jika merumuskan secara operasional setiap kali melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

3. Orientasi Pada Keterampilan Proses
Dalam pendekatan ini yang lebih di tekankan adalah masalah kegiatan proses belajar mengajar apa yang harus dilakukan siswa dan bagaimana cara melakukan proses harus di pikirkan dan dikembangkan. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Titik berat yakni memikirkan, merencanakan, dan melaksanakan bagaimana, cara dan langkah-langkah agar siswa menguasai keterampilan serta memahami ilmu pengetahuan. Pengembangan kurikulum di Indonesia yang menganut orientasi tersebut adalah kurikulum 1984. Pendekatan ini menurut keaktifan keduanya, baik guru maupun siswa. guru secara aktif merencanakan, memilih, menentukan, membimbing, menyerahi kegiatan, sedang siswa harus terlibat baik secara fisik, mental, maupun emosional, serta mereka harus menemukan sendiri, mengelola, mempergunakan serta mengkomunikasikan segala hal yang di temukan dalam proses belajar.

Kelebihan:
a.       Pendekatan lebih mengutamakan siswa dapat menguasai keterampilan “ bagaimana cara belajar” ( how learn to learn) daripada hasilnya.
b.      Dapat mempergunakan dan mengembangkan sendiri keterampilan yang telah didapat. Jadi dengan pendekatan ini diharapkan siswa akan berlatih mencari, menemukan, dan mengembangkan sendiri masalah-masalah pengetahuan, dalam hal ini guru harus menciptakan suasana yang baik dan diperlukan kemampuan untuk bertanya, membuat siswa aktif menjawab pertanyaan siswa serta mengorganisasi kelas.

Kekurangan:
a.       Sulitnya mengorganisasi kelas, sebab dalam hal ini guru dituntut aktif secara dapat membuat siswa ikut aktif.














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan :
  1. Bahwa sejarah perjalanan kurikulum di Indonesia adalah sebagai berikut :
a.         Rencana Pembelajaran Tahun 1947
b.         Rencana Pembelajaran Terurai Tahun 1952
c.         Rencana Pendidikan Tahun 1964
d.        Kurikulum 1968
e.         Kurikulum 1975
f.          Kurikulum 1984
g.         Kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999
h.         Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
i.           Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

  1. Bahwa Orientasi Kurikulum Pendidikan yang pernah dipakai di Indonesia adalah :

a.    Orientasi Pada Bahan Pelajaran
Orientasi pada bahan pelajaran yakni masalah bahan pelajaran sangat di tekankan dan dijadikan pangkal kerja. Serta dapat dikatakan bahwa pendekatan ini mengajarkan materi pelajaran dahulu dan setelah itu menjabarkannya ke dalam pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan yang nantinya akan diajarkan kepada siswa.

b.    Orientasi Pada Tujuan
Penyusunan kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pada GBHN. Atas dasar tujuan-tujuan yang telah ada, selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar, yang kesemuanya itu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Pengembangan kurikulum yang menganut pendekatan berorientasi pada tujuan ini mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas dari tujuan nasional sampai tujuan instruksional.

c.       Orientasi Pada Keterampilan Proses
Dalam pendekatan ini yang lebih di tekankan adalah masalah kegiatan proses belajar mengajar apa yang harus dilakukan siswa dan bagaimana cara melakukan proses harus di pikirkan dan dikembangkan. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Titik berat yakni memikirkan, merencanakan, dan melaksanakan bagaimana, cara dan langkah-langkah agar siswa menguasai keterampilan serta memahami ilmu pengetahuan.












DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosda karya. 2008.
Dakir, H. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.
Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: BPFE. 1988.
Soetopo, Henyat, Soemanto, Wasty, Pembinaan Pengembanga Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar