RETORIKA DAKWAH
Oleh : Mas Angga (932117208)
A. Definisi Retorika
Retorika berasal dari bahasa Yunani “RHETOR” atau bahasa Inggris “ORATOR” yang berarti “kemhiran dalam berbicara dihadapan umum”. I Gusti Ngurah Oka, memberikan definisi sebagai berikut “Ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang untuk dalam persiapan, kerjasama, serta kedamaian ditengah masyarakat”.
Dengan demikian termasuk dalam cakupan pengertian Retorika adalah :
- Seni berbicara
- Kemahiran dan kelancaran berbicara
- Kemampuan memproduksi gagasan
- Kemampuan mensosialisasikan sehingga mampu mempengaruhi audience
Dari cakupan pengertian diatas, maka ada dua hal yang perlu di tarik dan diperhatikan, yaitu kemahiran atau seni dan ilmu. Retorika sebagai kemahiran atau seni sudah barang tentu mengandung unsur bakat (nativisme), kemudian retorika sebagai ilmu akan mengandung unsur pengalaman (empirisme), yang bias digali, dipelajari dan di inventarisasikan.
Hanya sedikit perbedaan bagi mereka yang sudah mempunyai bakat akan berkembang lebih cepat, sedangkan bagi yang tidak mempunyai bakat akan berjalan dengan lamban. Dari sini kemudian lahirlah suatu anggapan bahwa Retorika merupakan artistic science (ilmu pengetahuan yang mengandung seni), dan scientivicart (seni yang ilmiah).
B. Tahapan
Bertutur pada dasarnya merupakan proses yang bertahap, apalagi bertutur resmi, proses pentahapan angat perlu diperhatikan.
Tahapan dalam bertutur terbagi atas lima fase, yaitu :
1. Invention dan Inventaritasion (Penciptaan dan Pengumpulan)
2. Designing (Perencanaan)
3. Style (Gaya)
4. Memory (Mengingat)
5. Delevery (Penyampaian)
- Invention dan Inventaritasion (Penciptaan dan Pengumpulan)
Tahapan ini merupakan tahap paling awal yaitu menciptakan dan mengumpulkan bahan. Dalam tahap ini terjadi adanya proses :
- Pemilihan topik tutur
- Penganalisaan topik tutur atas bagian-bagiannya
- Penemuan ulasan penunjang terhadap topic tutur
- Penekanan atau penggarisan terhadap tujuan yang ingin disampaikan.
Dalam proses ini penutur haus merenung dan menggambarkan dalam imajinasinya dan renungan tentang apa yang akan dikemukakan. Dalam imajinasi dan renungan persiapan pidato, maka pengalaman dan kesan-kesan dalam alam bawah sadar akan muncul.
- Designing (Perencanaan)
Tahap ini merupakan tahap penyusunan sistematika disusun menurut urutan yang logis, terpadu dan terkait. Dengan designing ini comunikator (juru da’i) telah mendapatkan suatu kerangka sistematika mana yang prolog (pendahuluan), mine ide (isi) dan concluision. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah :
- Penemuan bagian topic tutur
- Hubungan bagian topic dengan keseluruhan gagasan tutur
- Penempatan ulasan dan penunjang dalam posisi yang tepat.
Tahap ini pada dasarnya hamper sama dengan tahapan pertama.
- Style (Gaya)
Tahap gaya dan penampilan ini merupakan proses peralihan dari kedua tahapan sebelumnya. Apa yang telah tergambar dalam tulisan, renungan dan imajinasi sebelumnya perlu diungkapkan dalam tahapan ini satu persatu.
- Memory (Mengingat)
Tahap ini merupakan tahap penghafalan dan mengingat-ingat hal-hal yang dianggap penting dalam pidato. Pokok-pokok gagasan (pointers) perlu dicatat dalam ingatan dan bila perlu dibantu dengan catatan-catatan kecil.
- Delevery (Penyampaian)
Tahapan ini merupakan proses terakhir. Dalam tahapan ini perlu dipelajari dan dicerna secara cermat cara menyajikan atau mengucapakan kata-kata, dimana harus dihentikan, dimana harus diberi tekanan suara, dimana harus diletakkan factor-faktor kondusif atau penunjang (humor, data-data statistic, contoh realitas, dan sebagainya) dan dimana harus diberikan bantuan gestura (gerakan tangan) yang kesemuanya itu dalam usaha menemukan persoalan agar lebih sugestif terhadap audience.
C. Sistematika
Sistematika dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Pendahuluan (Exordium)
2. Isi pokok (Mine Idea)
3. Kesimpulan (Conclution)
1. Pendahuluan (Exordium)
- Uraian pendahuluan dengan maksud sebagai pembangkit kemauan audience untuk mendengarkan dan membangkitkan perhatiannya.
- Pernyataan pokok masalah yang hendak disampaikan dalam urutan kerangka yang logis dan merupakan ikhtiar singkat dari keseluruhan isi pidato.
2. Isi Pokok (mine Idea)
- Isi pokok harus jelas dan menunjang maksud yang telah ditentukan
- Isi pokok harus selaras dengan sifat-sifat pidato (informasi, edukasi, hiburan)
- Isi pokok harus menarik perhatian dan hendaknya pembicara juga harus siap dengan data-data pembuktian yang kuat sehingga mampu menambah keyakinan audience. Dan harus melakukan prinsip dibawah ini :
a. Pengulangan seringkali dibutuhkan untuk menambah kejelasan.
b. Mengemukakan contoh konkrit dan perbandingan ilustrasi
c. Memperhatikan data statistic dan menyuguhkan pembuktian yang menyakinkan.
3. Kesimpulan (Conclution)
- Memberikan kesimpulan dalam penutup pidato agar lebih memudahkan daya ingat pendengar.
D. Tekhnik berbicara (Metode penyampaian)
Dalam membawakan gagasan dalam berpidato ada empat cara penyajian :
1.Metode Improptu (cara mendadak)
Metode tanpa persiapan ialah suatu cara penyajian yang disesuaikan dengan inspirasi yang timbul seketika (the inspiration of the moment).
2.Metode Ex Temporancus (cara catatan kecil)
Metode dengan cara menulis point garis besar dalam bentuk catatan kecil atau dibuat konsepnya saja apa yang kian akan disampaikan, misalnya dikartu nama, dibungkus rokok, dan sebagainya.
3.Metode Ex Manuscript (cara naskah lengkap)
Metode dengan menulis isi pidato dengan utuh dalam bentuk teks, kemudian dibaca dalam gaya berbicar dengan sesekali memandang audience.
4.Metode Ex Memory (cara menghafal)
Metode dengan menghafal tanpa dibantu dengan catatan kecil, cara inin biasanya digunakan oleh Mubaligh-mubaligh professional.
E. Tujuan Retorika
Tujuan Retorika dalam kaiatannya dengan Ilomu Dakwah yang paling urgent adalah “mempengaruhi audience”.
F. Kesimpulan
Uraian singkat diatas kiranya telah cukup untuk dijadikan bahan pegangan dan pelajaran dalam rangka memahami Retorika dihadapan umum, dan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kemahiran berbicara dihadapan umum dapat dipelajari sebagaimana ilmu pengetahuan asalkan disertai dengan latihan-latihan, walaupun unsur nativisme (bakat) ikut menunjang.
2. Semua pedoman diatas pada akhirnya kembali kepada para penutur itu sendiri untuk diolah, divariasikan dengan berbagai cara sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang diperolehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar